Belajar dari Pak Diman – Sebuah Catatan Ekspedisi Karimunjawa #2
Dalam rangkaian ekspedisi kami di Karimunjawa, banyak sekali ilmu, wawasan, pengalaman dan juga hikmah yang bisa kami ambil. Meskipun demikian sejatinya ilmu yang didapat tentu masih sangat sedikit dibanding ilmu dari Alloh, Yang Maha Ilmu,. “Seandainya pohon pohon dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambahkan lagi tujuh lautan (setelah kering) , niscaya tidak akan habis habisnya (dituliskan) kalimat kalimat Alloh. Sesungguhnya Alloh Mahaperkasa dan Mahabijaksana.” (QS Luqman : 27). Betapa sangat luas dan sempurnanya Ilmu Alloh.
Semenatara ilmu yang kita punya bahkan yang kita dapat saat Ekspedisi Karimunjawa itu sangat kecil, namun bukan berarti kita tidak mensyukurinya. Justru kita wajib mensyukuri ilmu yang kita dapat dari kegiatan tersebut. Barangsiapa bersyukur maka Alloh akan menambah nikmatnya. Inilah yang membuat kami merasa sangat bahagia mendapat ilmu yang sedikit ini. Sehingga semoga nantinya Alloh meluaskan ilmu keoada kami. Ilmu yang sedikit ini kami dapat saat kami bertemu dengan Pak Diman, salah seorang pengrajin kapal di Karimunjawa.
Kapal Katamaran buatan pak Diman ini berkisar sekitar 110 juta.
Bahan baku kapal yaitu Kayu Blangiran. Kayu dari Kalimantan. Dinilai kuat terkena hantaman ombak dan juga hama-hama laut. Lalu muncul pertanyaan kami, kenaoa tidak pakai kayu jati? Apakah susah mendapatkannya? Atau masalah harga? Beliau lalu menjelaskan bahwa kayu jati tidak kuat terkena air laut, akan cepat rusak. Pembuatan kapal membutuhkan sekitar dua bulan. Setiap kapal membutuhkan rata-rata 6-7 kubik kayu. Ukuran kapal nelayan paling kecil sekitar 6 papan atau lebar sekitar 280 cm.
Beliau sudah menekuni profesi sebagai pengrajin kapal selama 20 tahun. Beliau memilih menjadi pengrajin karena beliau melihat di Karimunjawa sangat sedikit pengrajin kapal. Menurut pak Diman, hanya ada 5 atau 6 pengrajin kapal yang ada di Karimunjawa. Sementara, semua nelayan di Karimunjawa pasti membutuhkan kapal. Diusianya sekarang yang sudah mencapai 45 tahun, beliau tetap terlihat bugar. Beliau tidak pernah belajar formal membuat kapal. Bahkan, tidak tamat sekolah dasar. Pak Diman membuat kapal berdasarkan feeling. Rasa. Tidak menggunakan rumus atau teori. Otodidak. Tetapi jika dilihat dari hasilnya, sangat presisi. Buktinya adalah banyak orang, termasuk orang asing mempercayakan pembuatan kapalnya kepada pak Diman. Ini menandakan bahwa kapal buatan pak Diman sangat berkualitas.
Dari percakapan kami dengan Pak Diman, kami mencoba menggali hikmah yang dapat dipetik. Salah satunya dari Lubna, seorang peserta ekpedisi, siswi kelas 9 SMP IT Alam Nurul Islam. Setelah mendengar kisah dari Pak Diman, Lubna menyimpulkan tiga hal.
Pertama, Niat. Selama ada niat, pasti akan ada jalan. Kedua, menangkap peluang. Pak Diman mencontohkan bagaimana beliau bisa menangkap peluang, bahwa kapal adalah salah satu hal pokok bagi masyarakat pesisir Karimunjawa. Ketiga, mau belajar. Menurut Lubna, Pak Diman menjadi contoh orang yang mau belajar. Bukan masalah belajar formal maupun non formal. Tetapi kemauan untuk belajar, belajar dan belajar. Itulah yang membuat pak Diman menjadi “ahli” di bidangnya.
Semoga kita semua mamou mengambil hikmah semangat yang dimiliki pak Diman.
Belajar kapanpun…
Belajar dimanapun…
Belajar kepada siapapun…
Semoga Alloh Berkahi.
-NR-